Rabu, 01 Mei 2013

JABATAN KEPALA PERPUSTAKAAN SEKOLAH HANYA UNTUK MEMENUHI KEKURANGAN JAM SERTIFIKASI GURU



JABATAN KEPALA PERPUSTAKAAN SEKOLAH HANYA UNTUK MEMENUHI KEKURANGAN JAM SERTIFIKASI GURU
Oleh: Iswahyudi,SIP (Pustakawan SMKN 1 Metro)

Dalam sebuah instansi baik pemerintah ataupun swasta pasti sudah tidak asing dengan istilah jabatan, menurut KBBI jabatan adalah : pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi. Sedangkan  menurut wikipedia Ensiklopedia Bebas jabatan adalah sebahagian atau cabang dari suatu organisasi yang besar yang mempunyai tanggungjawab dan fungsi yang spesifik. Setiap orang yang mempunyai jabatan dalam suatu organisasi tentunya akan melaksanakan tugas yang diembannya dengan penuh tanggungjawab demi kemajuan organisasinya. Misalnya di instansi sekolah, jabatan yang paling tinggi adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, guru, dan staff.  Namun selain jabatan itu masih ada jabatan yang ada di sekolah, yaitu Kepala Laboratorium, Kepala Perpustakaan atau sering disebut koordinator perpustakaan. Kalau Kepala Laboratorium biasanya dijabat oleh guru bidang studinya, misalnya guru bidang studi IPA, secara otomatis akan diangkat menjadi kepala laboratorium, karena dengan mendapat tugas tambahan tersebut, guru yang bersangkutan akan mendapat tambahan jam selain mengajar. Sedangkan untuk kepala perpustakaan,selama ini yang menduduki jabatan tersebut adalah guru yang bermasalah,baik mempunyai masalah kesehatan atau masalah dengan kedisiplinan,namun guru yang bersangkutan sudah bersertifikasi dan mempunyai kekurangan jam mengajar. Kepala sekolah menempatkan guru tersebut di perpustakaan supaya dapat menambah kekurangan jam mengajar,karena dengan menjadi kepala perpustakaan akan mendapat tambahan 12 jam. Langkah yang diambil kepala sekolah tersebut tidak bisa disalahkan,alasan Kepala sekolah menempatkan mereka di perpustakaan supaya sertifikasi yang di terima guru tersebut tidak dicabut oleh pemerintah.
 Satu sisi keputusan kepala sekolah itu menguntungkan guru yang mendapatkan sertifikasi, namun di satu sisi nasib perpustakaan sekolah akan sulit berkembang,karena yang menjadi kepala perpustakaan sekolah tidak mengetahui disiplin ilmu tentang perpustakaan. Perpustakaan sekolah tetap saja menjadi gudang buku,tanpa di kelola dengan baik. Banyak koleksi lama yang tidak up to date masih di simpan di perpustakaan tanpa ada pengembangan  dan pembaharuan koleksi. Kepala perpustakaan datang ke perpustakaan kadang hanya 1 minggu sekali, mereka sibuk ngajar di kelas dan mencari jam tambahan di sekolah lain,tanpa memikirkan bagaimana supaya perpustakaan menjadi lebih maju dan berkembang,lebih parah lagi pegawai yang ditempatkan di perpustakaan dari staff yang kinerjanya kurang bagus,mereka ditempatkan disitu dengan maksud membantu tugas dari kepala perpustakaan untuk mengelola perpustakaan,namun yang terjadi tetap saja perpustakaan sekolah proses pelayanan tidak bisa berjalan. Namanya saja pegawai bermasalah dalam melayani pemustaka atau siswa mereka tidak bisa bersikap baik,ketika melayani mereka selalu memasang muka masam dan galak kepada siswa sehingga siswa menjadi takut untuk datang ke perpustakaan,sungguh ironis nasib perpustakaan sekolah saat ini.
Permasalahan ini sebenarnya sudah menjadi permasalahan umum di perpustakaan-perpustakaan sekolah di Indonesia. Permasalahan ini terjadi karena banyak sekolah yang belum mempunyai tenaga pustakawan,disamping itu Undang-undang perpustakaan no 43 tahun 2007 yang mengatur tentang perpustakaan sosialisasinya di sekolah-sekolah belum maksimal,banyak kepala sekolah yang belum mengerti dan tidak tahu tentang undang-undang tersebut. Akibatnya sampai sekarang jabatan kepala perpustakaan sekolah diberikan kepada kepada guru yang bermasalah dan sudah bersertifikasi untuk memenuhi kekurangan jam mengajar. Kalau ini terus dibiarkan, nasib perpustakaan sekolah selamanya akan menjadi gudang buku dan sebagai tempat buangan bagi pegawai-pegawai yang bermasalah. Kedepan diharapkan antara Perpustakaan Nasional dan Dinas Pendidikan harus ada kerjasama untuk memajukan dan mengembangkan perpstakaan-perpustakaan sekolah di Indonesia,supaya fungsi dan tujuan perpustakaan sekolah dapat tercapai.

Senin, 29 April 2013

HILANGNYA ANGGARAN 5% PERPUSTAKAAN SEKOLAH



HILANGNYA ANGGARAN 5% PERPUSTAKAAN SEKOLAH
Oleh: Iswahyudi,SIP (Pustakawan SMKN 1 Metro)

Perpustakaan sekolah merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting, tetapi bukan satu-satunya, adalah perpustakaan, yang harus memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu  pengetahuan yang diperlukan. Sumber belajar lain ialah misalnya, laboratorium, bengkel, dan fasilitas olah raga. Bagi pendidikan kedokteran sumber belajar meliputi rumah sakit. (Sistem Pendidikan Nasional,p.39). Keadaan perpustakaan sekolah di Indonesia pada umumnya masih jelek. Banyak sekolah menganggap keberadaan perpustakaan tidak penting, kalau pun ada bangunannya dibuat seadanya, biasanya diletakkan di paling ujung sekolah, selain itu koleksi yang ada sangat memprihatinkan. Koleksi yang tersimpan di perpustakaan sudah tidak up to date, koleksi bahan pustakanya terbitan tahun lama semua. Pihak sekolah bilang, tidak ada dana untuk pengembangan koleksi perpustakaan. Padahal anggaran perpustakaan sekolah sudah diatur dalam Undang-undang perpustakaan  no.43 tahun 2007, pasal 23 ayat ayat 6 disebutkan: “Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan “. Walaupun undang-undang ini sudah ada, namun masih banyak sekolah-sekolah yang belum mengalokasikan anggaran untuk pengembangan perpustakaan, ketika ada yang menanyakan masalah anggaran perpustakaan yang 5% tersebut, Kepala Sekolah selalu berdalih, ada yang belum tahu tentang undang-undangnya, ada yang tahu tapi dana tersebut dialokasikan untuk keperluan pos yang lain misal: untuk beli alat laboratorium, untuk ruang praktek, dan masih banyak lagi alasan-alasan untuk tidak memberikan dana tersebut ke perpustakaan. Pengelola sekolah memandang bahwa perpustakaan tidak terlalu penting, lebih penting laboratorium dan ruang praktek.  Padahal perpustakaan sekolah merupakan jantungnya pendidikan, karena di perpustakaanlah tersimpan berbagai sumber informasi baik yang tercetak maupun non cetak untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah. Sayangnya masih banyak sekolah yang belum paham tentang arti pentingnya perpustakaan, sehingga sekolah-sekolah enggan menganggarkan anggaran 5% untuk pengembangan perpustakaan. Anggaran itu sudah dibuat dan ditulis dalam penyusunan RAPBS, namun itu semua hanya formalitas saja, realisasinya tidak pernah ada. Anggaran tersebut justru dialokasikan ke pos yang lain. Misalnya untuk pengembangan ruang praktek yang sesuai dengan jurusan-jurusan yang ada di sekolah-sekolah kejuruan, karena dengan mengembangkan ruang praktek yang ada di sekolah, maka sekolahan tersebut akan mendapat pujian dari sekolah-sekolah lain,terutama dari Dinas Pendidikan. Selain alasan yang disebutkan diatas, masih ada lagi alasan-alasan dari pihak sekolah, untuk pembangunanlah, untuk digunakan memenuhi kebutuhan yang mendesaklah dan masih banyak lagi alasan dari pihak sekolah untuk tidak mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan sekolah, jadi yang ditulis dalam RAPBS itu hanya formalitas saja tanpa ada realisasinya.
Sebetulnya anggaran perpustakaan yang 5% itu ada dan tidak hilang, namun anggaran tersebut dialihkankan untuk dianggarkan ke pos lain yang lebih menguntungkan pihak sekolah. Itulah kenapa perpustakaan sekolah di Indonesia banyak yang tidak berkembang, bahkan ada sekolah yang tidak mempunyai perpustakaan. Kedepannya diharapkan Pemerintah lebih memperhatikan keberadaan perpustakaan sekolah, dan untuk Perpustakaan Nasional diharapkan lebih tegas lagi memberikan sosialisasi mengenai Undang-undang perpustakaan no 43 tahun 2007. Perpustakaan Nasional dan pemerintah harus membuat sangsi untuk sekolah-sekolah yang tidak melaksanakan Undang-undang perpustakaan tersebut, supaya sekolah-sekolah di Indonesia mempunyai perpustkaan yang layak untuk membantu proses belajar mengajar di sekolah.